Banjir yang datang tanpa peringatan, meluluhlantakan rumah, lahan pertanian, sekolah, rumah- rumah ibadah hingga hanya kenangan yang tersisa. Bencana ini tidak hanya menyisakan kerusakan, tetapi juga menyisakan luka pada anak-anak yang kehilangan ruang bermain dan belajar, serta para orang tua yang kehilangan sumber penghasilan. Di tengah kesedihan dan kelelahan, sosok Ibu berdiri sebagai sandaran terakhir dan sumber harapan.
Di tengah hiruk pikuk pengungsian, sosok ibu hadir sebagai titik tenang. Saat suara tangis anak-anak terdengar dan udara dingin menyelimuti tenda-tenda darurat, para ibu merangkul, menggenggam, dan mendekap. Pelukan mereka menjadi bahasa pertama yang dipahami anak-anak di tengah kekacauan bahasa yang mengatakan bahwa mereka tidak sendiri. Sosok yang tetap berdiri teguh saat dunia bergejolak, yang memberi keberanian melalui pelukan, dan yang menyalakan harapan meski badai menghadang.
Pelukan seorang ibu bukan sekadar fisik. Ia menyalurkan rasa aman, menenangkan ketakutan, dan memberi keberanian di saat banyak hal terasa hilang. Di dalam dekapan itu, dunia yang menakutkan di luar tenda seolah mereda. Ia adalah benteng yang tak terlihat, penopang yang tidak tampak namun terasa oleh setiap detak jantung anak yang berada di pelukannya. Di salah satu momentum terlihat seorang ibu menggendong dan memeluk anaknya dengan erat. Tubuh mereka bersentuhan, saling menguatkan di antara sisa puing-puing bangunan. Wajah sang ibu tampak lelah, namun menyimpan keteguhan. Dalam diam, ia menyalurkan keberanian, menenangkan ketakutan yang belum sempat terucap oleh anaknya.
Di saat banyak hal berubah, kehadiran ibu menjadi poros yang membuat segalanya terasa lebih terkendali. Tanpa janji besar atau kata-kata panjang, ia menunjukkan bahwa rasa aman bisa tumbuh dari kedekatan dan ketulusan. Di sanalah kekuatan seorang ibu bekerja terlihat sunyi, tetapi nyata, pelukan menjadi pernyataan tanpa kata bahwa harapan belum padam. Anak-anak yang berada di dekapan ibunya terlihat lebih tenang, bahkan mampu tersenyum di tengah keterbatasan. Pelukan-pelukan itu menjadi penyangga emosi, membantu keluarga bertahan di ruang pengungsian yang penuh dengan cerita kehilangan.
Ketika nanti kondisi sudah membaik, warga akan kembali menata kehidupan mereka. Momen-momen di pengungsian ini akan terus dikenang. Di balik tangisan, hujan, dan lantai tenda yang basah, sosok ibu menjadi simbol ketahanan yang nyata. Di tengah bencana dan ketidakpastian, hangatnya pelukan seorang ibu bukan hanya menenangkan, tetapi juga menguatkan menjadi sumber keberanian dan harapan bagi seluruh keluarga yang bertahan. Selamat Hari Ibu untuk semua ibu yang tidak pernah lelah berjuang. Semoga Allah senantiasa melimpahkan kesehatan, kekuatan, dan perlindungan, serta mengganti setiap air mata dengan kebahagiaan.
Sumber Gambar : ABCNews
Penulis: Admin Wizstren
Tags:
WIZSTREN
Kemanusiaan
Bencana Alam
Ibu